Perpindahan agama seseorang ke agama lain merupakan hak asasi manusia. Hal ini sesuai UUD 45 Pasal 28E. Pada ayat (1) dinyatakan bahwa setiap orang berhak memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali. Dan ayat (2) setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya.
Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Cilacap, Mughni Labib Senin (22/8) di Kantor Urusan Agama Kecamatan Gandrungmangu menegaskan bahwa tidak dibenarkan jika kepala KUA memberikan persetujuan atas kepindahan agama seseorang.
“Tidak benar jika kepala KUA memberikan persetujuan atas perpindahan agama seseorang, misalnya dari agama Islam ke Kristen dan lainnya. Agama adalah hak asasi seseorang, jadi tidak benar jika kepindahan agama seseorang harus atas seijin orang lain, baik orang tua, saudara atau pengurus organisasi walau apapun alasannya. Karena jika harus ada ijin dari orang lain namanya bukan lagi hak asasi,”katanya.
Sementara itu, plt Kepala KUA Gandrungmangu Imam Mubasyir mengatakan, bahwa ada saja beberapa kejadian perpindahan agama yang meminta persetujuan KUA. Di lain pihak, terdapat seseorang yang pindah dari agama Kristen ke Islam, harus meminta ijin kepada ketua pengurus jemaatnya.
Dari keterangannya, Kakankemenag menegaskan bahwa kejadian tersebut jelas menyalahi Undang-Undang Dasar 45. Baik KUA, Gereja, Wihara, PURA dan lainnya, yang mengurus administrasi atau persuratan kepindahan agama adalah pemeluk agama yang dituju oleh seseorang. Pada hal ini yang Islam mengurus perpindahan dari luar Islam, yang Kristen mengurus yang masuk ke Kristen dan seterusnya.
Dicontohkan, misalnya seseorang berpindah keyakinan dari Konghucu ke Islam. Maka yang mengurus administrasinya sebagai bukti adalah yang beragama Islam, dalam hal ini KUA, atau Kankemenag jika di kabupaten. Sedangkan pemeluk agama Konghucu tidak ada kaitannya sama sekali.
Terkait teknik perpindahan agama, yang bersangkutan harus ditanya, apakan karena kemauan sendiri atau bukan. Apakah berpindah karena terpaksa, alasan tertentu atau tanpa paksaan. Jika karena terpaksa maka ganti keyakinan tidak bisa dilaksanakan. Begitu pula jika alasannya bisa membahayakan orang lain ataupun diri yang bersangkutan.
Setelah dipastikan bahwa kepindahannya karena kemauan sendiri secara sadar, dan tidak ada paksaan dari pihak manapun, proses perpindahan agama bisa dilaksanakan. Selanjutnya dengan disaksikan minimal dua orang saksi yang dapat dipercaya, dia membaca dua kalimah syahadat. Sebagai bukti perpindahan terkait dokumen kependudukan, dia kemudian menandatangani berita acara bermaterai yang ditandatangani pula oleh kedua orang saksi serta pejabat yang berwenang.(on)