Firman Allah SWT dalam surah al-Nisa’ (4) : 59
ÙŠÙŽØ£ÙŽ يّÙهَا الَّذ٠يْنَ ءَامَنÙوْا Ø£ÙŽØ·ÙيْعÙوا اللهَ ÙˆÙŽØ£ÙŽØ·ÙيْعÙوا الرَّسÙوْلَ ÙˆÙŽØ£ÙÙ„ÙÙ‰ الْأَمْر٠مÙنْكÙمْ، Ùَإ٠نْتَنَزَ عْتÙمْ ÙÙÙ‰ شَىْء٠ÙَرÙدّÙوْه٠إÙÙ„ÙŽÙ‰ الله٠والرَّسÙوْل٠إÙÙ† ÙƒÙنتÙمْ تÙؤْمÙÙ†Ùوْنَ بÙاالله٠وَالْيْوْم٠الْأَخÙرÙØŒ Ø°ÙŽÙ„ÙÙƒÙŽ خَيْرٌ وَاَØْسَن٠تأْوÙيلاً.
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”
Ayat di atas menegaskan bahwa ummat Islam wajib taat kepada Allah, taat kepada Rasulullah dan ulil amri (pemerintah). Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad al-Ansari al-Qurtubi dalam Kitabnya al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an juz 5 halaman 249 ketika menafsirkan Ulil-amri minkum mengutip pernyataan Sahal bin Abdullah al-Tustari sebagai berikut :
Ø£ÙŽØ·ÙيْعÙوا السَّلْطَانَ ÙÙÙŠ سَبْعَة٠: ضَرْب٠الدَّرَاهÙم٠وَالدَّنَانÙيْر٠وَالْمَكَايÙيْل٠وَالأَوْزَان٠والأَØْكَام٠وَالْØَجّ٠وَالجÙمْعَة٠وَالْعÙيْدَيْن٠وَالْجÙهَادÙ.
“Taatlah kalian kepada penguasa dalam tujuh hal :
- 1. Pembuatan mata uang (dirham dan dinar).
- 2. Takaran dan timbangan.
- 3. Penetapan hukum-hukum.
- 4. H a j i .
- 5. J u m ‘ a t .
- 6. Dua hari raya.
- 7. J i h a d .
Keharusan mengikuti pemerintah dalam hal penentuan waktu ibadah juga diperkuat oleh hadis berikut :
صَوْمÙÙƒÙمْ يَوْمَ تَصÙوْمÙوْنَ ÙˆÙŽÙÙطْرÙÙƒÙمْ يَوْمَ تÙÙْطÙرÙوْنَ. رواه الترمذي عن أبي هريرة
“Puasa kalian adalah hari kalian semua berpuasa dan buka kalian (‘idul-fitri) kalian adalah hari kalian semua berbuka.” (HR. Al-Tirmizi dari Abi Hurairah ra.).
الÙÙطْر٠يَوْمَ ÙŠÙÙْطÙر٠النَاس٠وَالأَضْØÙŽÙŠ يَوْمَ ÙŠÙضَØÙ‘ÙÙŠ النَّاسÙ. رواه الترمذي عن عائشة
“’Idul-fitri adalah hari ketika orang-orang ber’idul-fitri dan ‘idul-adha adalah hari ketika orang-orang ber’idul-adha. (HR. Al-Tirmizi dari ‘Aisyah ra.).
Sementara ‘Abd al-Rahman al-Jaziri dalam karyanya Kitab al-Fiqh ‘ala al-Mazahib al-Arba’ah juz 1 halaman 552 menyatakan :
الشَّاÙÙعÙيَّة٠: قَالÙوْا ÙŠÙشْتَرَط٠ÙÙÙŠ تَØْقÙيْق٠الْهÙلاَل٠وَوÙجÙوْب٠الصَّوْم٠بÙÙ…Ùقْتَضَاه٠عَلَي النَّاس٠أَنْ ÙŠÙŽØْكÙÙ…ÙŽ بÙه٠الْØَاكÙÙ…Ù . Ùَمَتَي ØÙŽÙƒÙŽÙ…ÙŽ بÙه٠وَجَبَ الصَّوْم٠عَلَي النَّاس٠وَلَوْ وَقَعَ ØÙكْمÙه٠عَنْ شَهَادَة٠وَاØÙد٠عَدْلÙ.
“Ulama mazhab Syafi’i berkata : “Disyaratkan untuk menyatakan bulan (hilal) dan kewajiban puasa sesuai kebutuhan manusia adalah dengan Keputusan Penguasa. Oleh sebab itu bila hal itu telah diputuskan maka masyarakat wajib berpuasa sekalipun keputusannya hanya berdasarkan pernyataan (saksi) seorang yang adil.”
Kita patut bersyukur karena awal Ramadan tahun ini 1436 H bisa bersama dan insya Allah awal Syawalnya juga bersama. Adalah Thomas Djamaluddin Kepala Lapan (Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional), setelah mendalami ilmu Astronomi dan ilmu Falak, beliau terobsesi untuk menyatukan Kalender Hijriyah di Indonesia. Menurutnya ada tiga ketentuan yang harus menjadi pertimbangan. Yakni batas wilayah, otoritas dan kriteria ru’yah. Untuk ketentuan batas wilayah telah disepakati bahwa Kalender Hijriyah berlaku di seluruh wilayah Indonesia. Untuk urusan otoritas beliau berharap Kemenag RI bisa memosisikan diri sebagai pengambil kebijakan. Untuk itu perlu ada kesepakatan dari semua ormas Islam. Yang paling menantang menurut beliau adalah menyepakati kriteria ru’yah.Thomas Djamaludin menyatakan kenapa di Malaysia maupun Singapura tidak ada perbedaan? Karena penetapannya satu pintu yakni di tangan pemerintah. (Radar Banyumas; Jum’at, 19 Juni 2015).
Semoga usaha beliau juga keinginan kita semua akan terwujud di masa mendatang. Amin.
Author,
Drs. H. Mughni Labib, M.S.I.
Disampaikan pada acara Pengajian Rutin Bulan Ramadan, Senin 22 Juni 2015 di Musola al Ikhlas Kankemenag