Sebagaimana yang telah kita maklumi bersama bahwa kebiasaan sebagian kaum muslimin ketika akan wudu mengucapkan nawaitul wudūa, ketika akan salat mengucapkan usolliī, ketika akan puasa mengucapkan nawaitu saumaghodin dan seterusnya.
Melafazkan niat wudu bukanlah hakekat wudu, melafazkan niat salat bukanlah hakekat salat dan melafazkan niat puasa ketika akan puasa bukanlah hakekat puasa. Jadi semua itu ada di luar mahiyah (hakekat) yang diniatkan. Karena melafazkan niat salat adalah kata-kata yang diucapkan di luar salat, tidak mengurangi atau melebihi perbuatan yang diniatkan. Hal ini dapat kita cermati dari sebuah hadis riwayat An-Nasa’i bahwa Abu Musa Al-Asy’ari berkata :
أَتَيْت٠رَسÙوْلَ الله٠Ùَتَوَضَّأَ ÙَسَمÙعْتÙه٠يَدْعÙÙˆ ÙÙŽÙŠÙŽÙ‚Ùوْل٠: أَللّـٰهÙمَّ اغْÙÙرْ Ù„ÙÙ‰ ذَنْبÙÙŠ وَوَسÙّعْ Ù„ÙÙ‰ ÙÙÙ‰ دَارÙÙ‰ وَبَارÙكْ Ù„ÙÙ‰ ÙÙÙ‰ رÙزْقÙÙ‰. ÙÙŽÙ‚Ùلْت٠: يَا نَبÙيَّ الله٠سَمÙعْتÙÙƒÙŽ تَدْعÙÙˆ بÙكَذَا وَكَذَا. قَالَ وَهَلْ تَرَكْنَ Ù…Ùنْ شَيْئÙØŸ
“Aku pernah datang kepada Rasulullah SAW. Dan beliau berwudu, kemudian aku mendengar beliau berdo’a dengan berkata : “Ya Allah, ampunilah dosaku, luaskanlah bagiku dalam rumahku, berkahilah aku dalam rizkiku.” Maka aku bertanya : “Wahai Nabi Allah, aku mendengar engkau berdo’a dengan do’a-do’a tersebut.” Lalu beliaupun bersabda:
“Apakah do’a itu dapat mengurangi sebagian dari wud}u itu ?”
Jadi do’a yang dilakukan Nabi SAW. adalah di luar wud}u. Lafaz niat yang kita ucapkan ketika akan s}alat adalah di luar s}alat. Karena hakekat s}alat adalah :
أَقْوَالٌ ÙˆÙŽØ£ÙŽÙْعَالٌ Ù…ÙÙْتَتَØÙŽØ©ÙŒ بÙالتَّكْبÙيْر٠وَمÙخْـتَتَمَةٌ بÙالتَّسْلÙيْم٠بÙشَرَائÙØ·ÙŽ مَخْصÙوصَةÙ.
“Ucapan dan perbuatan yang dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam dengan syarat-syarat tertentu.”
Niat merupakan inti dari setiap perbuatan. Sebab baik dan tidaknya perbuatan itu tergantung pada niatnya. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW. :
Ø¥Ùنَّمَا اْلأَعْمَال٠بÙالنÙّـيَّات٠وَإÙنَّمَا Ù„ÙÙƒÙÙ„ÙÙ‘ امْرÙئ٠مَا Ù†ÙŽÙˆÙŽÙ‰.
“ Segala perbuatan hanyalah tergantung niatnya. Dan setiap orang tergantung apa yang diniatinya ”.
Demikian halnya dalam salat, niat adalah rukun yang pertama, akan tetapi karena niat tempatnya di dalam hati maka disunahkan mengucapkan niat tersebut dengan lisan untuk membantu gerakan hati.
Sebagaimana pernyataan Syeikh Zainuddin Al – Malibariy :
وَسÙنَّ Ù†Ùطْقٌ بÙمَا Ù†ÙŽÙˆÙŽÙ‰ قَبْلَ التَّكْبÙيْر٠لÙÙŠÙسَاعÙدَ اللÙّسَان٠الْقَلْبَ.
“Dan sunnah mengucapkan yang diniatkan sebelum takbir, gunanya agar bacaan dapat menolong hati.”
Nabi sendiri pernah melafazkan niat sebagaimana dinyatakan dalam sebuah hadis:
عَنْ أَنَس٠قَالَ سَمÙعْت٠رَسÙوْلَ الله٠يَقÙوْل٠: “لَبَّـيْكَ عÙمْرَةً ÙˆÙŽØَجًّا”.
“Dari sahabat Anas r.a. berkata : “Saya mendengar Rasulullah SAW. Mengucapkan (yang artinya) :” Aku sengaja memenuhi panggilan-Mu untuk mengerjakan umroh dan haji ”.
Melafazkan niat termasuk amalan lidah. Tiap-tiap perbuatan atau perkataan yang keluar dari orang mukallaf senantiasa ditulis oleh malaikat. Perkataan yang baik ditulis sebagai amal baik dan perkataan yang buruk ditulis sebagai amal buruk, sebagaimana firman Allah SWT.:
مَا يَلْÙÙظ٠مÙنْ قَوْل٠إÙلاَّ لَدَيْه٠رَقÙيْبٌ عَتÙـيْدٌ.
“Tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya melainkan ada didekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.” (QS. Qaf (50) : 18.
Maka apabila kita mengucapkan:
Ø£ÙصَلÙّى Ùَرْضَ الْعَصْر٠أَرْبَعَ رَكَعَات٠Ùلله٠تَعَالٰى.
“Aku akan melakukan salat Asar empat roka’at karena Allah Ta’ala.”
Ini adalah kata-kata yang baik, di samping akan dicatat oleh malaikat, akan diterima oleh Allah SWT, sebagaimana firman-Nya :
Ø¥Ùلَيْه٠يَصْعَد٠الْكَلÙم٠الطَّـيÙّبÙ
“Kepada-Nyalah naik perkataan-perkataan yang baik”. (QS. Fatir (35) : 10.
Author,
Drs. H. Mughni Labib, MSI
Bahan Bintal PNS Kemenag Kab Cilacap 2012