Di tanah Jawa, peringatan satu Suro tidak hanya diperingati oleh umat Islam atau mereka yang masih dikatakan memiliki paham Kejawen, namun juga oleh umat Katolik.
Adapun pelaksanannya disesuaikan dengan tata cara ibadah agama Katolik. Dalam hal ini, umat Katolik memperingatinya dalam bentuk ibadah misa. Salah satunya adalah kegiatan misa peringatan satu Suro di Gereja Santo Stephanus Cilacap.
Kegiatan misa tersebut dipimpin oleh Romo Teguh dari Keuskupan Purwokerto. Mengingat kapasitasnya yang terbatas, para jemaat yang hadir hanya dari Kota Cilacap.
Demikian dikatakan Kakankemenag Kabupaten Cilacap melalui Penyelenggara Katolik, Yusup Adi Prajoko, Rabu (20/9) di Ruang Kerjanya. Menurutnya, misa satu Suro memiliki makna yang penting bagi umat Katolik. Umat Katolik memiliki prinsip menyatu dengan budaya setempat. Prinsip agama Katolik adalah membaur dengan budaya masyarakat di manapun berada. Sehingga Injilnya juga tersedia dalam 1.000 bahasa.
“Umat Katolik memiliki prinsip menyatu dengan seluruh budaya yang ada. Tujuannya agar agama Katolik tidak bertentangan dengan budaya manapun. Sehingga akan mudah diterima dan dipahami oleh masing-masing suku maupun bangsa. Yang jelas inti dari ajaran agama adalah terwujudnya perdamaian berdasarkan cinta kasih. Salah satu cara untuk dapat menjaga perdamaian dan cinta kasih adalah dengan menghormati budaya yang ada,”katanya.
Dijelaskan pula bahwa, pada kegiatan misa satu Suro, seluruh jemaah berpakaian adat Jawa. Seluruh bahasa yang digunakan adalah bahasa Jawa. Selain pada kitab Injil, bahasa Jawa digunakan dalam doa-doa dan kidung-kidung.
“Budaya merupakan aset strategis dan sarana paling efektif sebagai media dakwah. Karenanya, budaya harus terus diuri-uri agar kearifan lokal tetap terjaga. Sehingga identitas umat Katolik di Jawa tidak akan hilang meskipun arus perkembangan zaman semakin deras,”pungkasnya.