Sebanyak 75 peserta yang terdiri atas pengurus Unit Pengumpul Zakat (UPZ), Kepala KUA, Penyuluh dan Satuan Kerja se Kab. Cilacap, Kamis (26/2) mengikuti pembinaan Manajemen Zakat di Aula Graha Darussalam Cilacap.
Ketua pelaksana kegiatan, Subhan Wahyudi mengatakan, bahwa tujuan pembinaan tersebut adalah untuk meningkatkan profesionalisme para pengurus di UPZ dan mensosialisasikan bagaimana cara mengembangkan potensi zakat di wilayah masing-masing.
Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Cilacap, Mughni Labib dalam pembinaannya menegaskan bahwa UPZ sebagai lembaga resmi yang diakui pemerintah, merupakan amil yang bertugas sebagai penghubung antara muzaki (orang berzakat) dan mustahik (penerima zakat). Fungsi penghubung tersebut adalah untuk menghilangkan rasa rendah diri bagi mustahik ketika menerima zakat, karena tidak bertemu langsung dengan muzaki.
Bagi muzaki, amil berfungsi untuk menghilangakan rasa bahwa muzaki seolah-olah lebih tinggi kedudukannya dibanding mustahik. Padahal, sesuai hukum Islam, baik muzaki maupun mustahik sama kedudukannya di hadapan Allah SWT. Hal tersebut karena, di dalam harta para muzaki terdapat hak harta bagi para mustahik. Jadi, bila seseorang yang secara nisab telah memenuhi kewajiban berzakat, jika dia tidak menunaikan zakat, maka orang tersebut berdosa karena dia telah memakan hak orang lain yakni mustahik.
Di samping itu, peran amil sangat penting untuk pemerataan pendistribusian zakat kepada mereka yang lebih membutuhkan, baik ditinjau dari wilayah, keadaan maupun kondisi sosiokulturalnya. “Tanpa amil, pemerataan pendistribusian zakat untuk mengurangi gap antara si kaya dan si miskin sulit diwujudkan. Pemetaan lokasi dan kondisi masyarakat mana yang perlu penyaluran zakat konsumtif dan produktif juga akan mengalami kesulitan. Karena itu, peran UPZ sebagai tangan panjang Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) perlu mendapat perhatian yang lebih melalui pembinaan manajemen”, katanya.
Fatwa MUI
Terkait zakat penghasilan, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Cilacap, Dzul Basor mengatakan, bahwa berdasarkan al Qur’an dan al Hadits, MUI menjelaskan bahwa yang dimaksud penghasilan adalah setiap pendapatan seperti gaji, honorarium, upah, jasa, dan lain-lain yang diperoleh dengan cara halal, baik rutin seperti pejabat negara, pegawai atau karyawan, mupun tidak rutin seperti dokter, pengacara, konsultan, dan sejenisnya, serta pendapatan yang diperoleh dari pekerjaan bebas lainnya.
Semua bentuk penghasilan halal wajib dikeluarkan zakatnya dengan syarat telah mencapai nishab dalam satu tahun, yakni senilai emas 85 gram. Terkait waktu pengeluaran zakat, MUI mengelompokkan menjadi dua yakni, zakat penghasilan dapat dikeluarkan pada saat menerima, jika sudah cukup nishab dan kedua jika tidak mencapai nishab, maka semua penghasilan dikumpulkan selama satu tahun, kemudian zakat dikeluarkan jika penghasilan bersihnya sudah cukup nishab, dan kadar zakat penghasilan adalah 2,5 %. (on)
𝗟𝗼𝗺𝗯𝗮 𝗠𝗔𝗣𝗦𝗜 𝗸𝗲-𝟭𝟮 𝗛𝗮𝗿𝗶 𝗜𝗻𝗶 𝗗𝗶𝗴𝗲𝗹𝗮𝗿
CILACAP--Lomba MAPSI (Mata Pelajaran dan Seni Islami) SMP Ke-12 yang dilaksanakan oleh MGMP PAI SMP kabupaten Cilacap hari ini, Selasa...
Selanjutnya