Ranah mampu bagi seseorang yang akan menunaikan ibadah haji saat ini merambah kesehatan. Hal ini seiring terbitnya Permenkes nomor 16 Tahun 2016 tentang Istitoah dari segi kesehatan.
Terang saja, jamaah dengan kriteria penyakit kronis terpaksa tidak bisa berangkat walaupun sudah melunasi Biaya Perjalanan Ibadah Haji (BPIH). Di samping itu, jaminan biaya perawatan kesehatan juga telah dibatasi. Yakni hanya selama di tanah suci, sedangkan di tanah air tidak lagi ditanggung. Karenanya seluruh jamaah haji diharuskan menjadi anggota BPJS Kesehatan.
Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Cilacap, Jamun mengajak Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH) sebagai mitra utama dalam memastikan kepesertaan calon jamaah hajinya dalam JKN.
“Kami punya keterbatasan bertemu langsung dengan calon jamaah haji. Sehingga kami mohon para pengelola KBIH untuk dapat menyosialisasikan kebijakan pemerintah ini. Sehingga nantinya tidak ada lagi jamaah haji yang merasa keberatan karena harus menanggung biaya kesehatan. Dan yang tidak kalah pentingnya adalah sosialisasi untuk menghilangkan misinterpretasi layanan haji terkait kesehatan,”ungkapnya.
Kepala Kantor Cabang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Purwokerto, Ondrionas meminta seluruh calon jemaah haji Kabupaten Cilacap untuk mengikuti program JKN.
“JKN penting agar saat jemaah mendapat perawatan di RS Embarkasi atau Debarkasi, mereka bisa memperoleh jaminan kesehatan,” ujar pria asal Medan tersebut pada Sosialisasi kepesertaan BPJS, Rabu (14/2) di Ruang Rapat Kankemenag Cilacap.
Menurutnya, Kementerian Kesehatan bersama BPJS dan Kementerian Agama sudah melakukan koordinasi terkait hal ini sejak 2016. UU Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan UU Nomor 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) bahkan mewajibkan semua warga negara Indonesia (WNI) dan asing (WNA) yang tinggal di Indonesia untuk masuk dalam sistem JKN. Permenkes Nomor 62 tahun 2016 juga mengamanatkan agar semua jemaah haji masuk dalam JKN.(On)