Bertempat di Aula Kankemenag Kabupaten Cilacap, Selasa (26/9) Seksi Penma menggelar Rapat Koordinasi dengan Kelompok Kepala Madrasah se Kabupaten Cilacap.
Pada kegiatan tersebut dibahas berbagai macam program madrasah tingkat tsanawiyah. Adapun salah satu topik yang masih hangat yakni terkait Peraturan Menteri Agama No 29 Tahun 2014 Tentang Kepala Madrasah.
Sesuai data, banyak guru PNS yang di madrasah yang menjabat sebagai kepala madrasah. berdasarkan aturan tersebut, maka jika PNS tetap memilih sebagai kepala madrasah, konsekuensinya tidak mendapatkan tunjangan profesi. Kareanya, sudah otomatis mereka memilih mundur dari jabatan kepala dan memilih menjadi guru biasa. Sehingga mereka tetap mendapat tunjangan profesi.
Sedangkan kepala madrasah pada satuan kerja negeri, maka aturannya menunggu instruksi dari atas. Sebagai sebuah lembaga pada instansi vertikal madrasah negeri hanya melaksanakan kebijakan dari pusat.
Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Cilacap, Jamun menegaskan bahwa penempatan guru PNS di Kemenaterian Agama tidak mungkin di satuan kerja negeri seluruhnya. Hal ini mengingat jumlah madrasah negeri sangat terbatas. Sedangkan jumlah guru PNS sangat banyak dan jumlahnya sangat tidak sebanding dengan satker negerinya.
“Pokonya bagi guru PNS yang masih mengajar di madrasah swasta tidak usah kawatir akan dipindahkan ke negeri. Karena tidak jumlah madrsasah negeri hanya enam dan PNS yang ada sudah lebih dari cukup. Walapun aturannya harus sesuai, tetapi tetap harus ada kebijakan. Nah kebijakan tersebut yang hingga saat ini masih terus kami perjuangkan. Agar keberadaan guru PNS di swasta tidak terus menjadi polemik yang berkepanjangan,”katanya.
Dikatakan lebih lanjut bahwa pada awal tahun muncul pernyataan pemerintah untuk mendorong pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 53/2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil. Kalau mencermati isi PP itu, memang tidak spesifik membicarakan soal guru PNS. Hanya saja, disebutkan bahwa PNS harus bekerja di lembaga pemerintah.
Dan ternyata hal serupa tidak hanya terjadi di Kemenag saja, di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan pun menjadi masalah. Pasalnya lebih dari separuh guru swasta pindah sekolah. Akibatnya sekolah swasta kekurangan guru, terutama di daerah-daerah terpencil.
Hal tersebut menurutnya bisa dikatakan terjadi inkonsistensi kebijakan dari berbagai jenjang hierarki produk hukum. Selama 8 tahun terakhir, berbagai kebijakan dan pernyataan publik terus berubah-ubah, antara mendukung atau menentang keberadaan guru DPK.
Diusulkan supaya pemerintah menyusun skema baru pengganti guru DPK supaya situasi di daerah bisa kembali normal dan murid-murid di madrasah maupun sekolah yang kurang diuntungkan, bisa kembali belajar seperti biasa.(On)