بÙسْم٠الله٠الرَّØْمٰن٠الرَّØÙيمْÙ.يَا اَيّـÙهَا الَّذÙيْنَ آمَنÙواْ Ø¥Ùذَا Ù‚ÙمْـتÙمْ Ø¥ÙÙ„ÙŽÙ‰ الصَّلـٰوة٠ÙَاغْسÙÙ„Ùواْ ÙˆÙجÙوهَكÙمْ وَأَيْدÙÙŠÙŽÙƒÙمْ Ø¥ÙÙ„ÙŽÙ‰ الْمَرَاÙÙق٠وَامْسَØÙواْ بÙرÙؤÙوسÙÙƒÙمْ وَأَرْجÙÙ„ÙŽÙƒÙمْ Ø¥ÙÙ„ÙŽÙ‰ الْكَعْبَيْنÙ.﴿ألْمائدة {5} : 6ï´¾
“Hai orang-orang yang beriman,apabila kamu hendak mendirikan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki.” (Q.S. Al-MÄidah (5) : 6)
Secara tersurat firman Allah SWT.إذا قمـتم إلى الصّلوةmewajibkan setiap orang yang hendak mengerjakan sholat untuk berwudlu, meskipun ia tidak berhadats. Sedang para ulama telah bersepakat (ijma’) bahwa wudlu itu hanya diwajibkan bagi orang yang berhadats, sehingga maknanya menjadiإذا قمـتم إلى الصّلوة وأنـتم مـØدثون“apabila kamu hendak mendirikan shalat,sedang kamu dalam keadaan berhadats”.
Kesepekatan ulama tersebut antara lain didasarkan kepada hadits yang meriwayatkan bahwa Nabi SAW. pada peristiwa Fathu Makkah(Kemerdekaan Kota Makkah) melakukan shalat lima waktu dengan satu kali wudlu. Adapun riwayat yang menerangkan bahwa Rasulullah SAW. dan para khalifah pengganti beliau berwudlu tiap kali akan melakukan shalat, maka perbuatan mereka tersebut adalah mustahab (lebih disukai).
Para fuqaha sepakat bahwa mengusap kepala termasuk di antara fardluwudlu, mengingat firman Allah SWT.وامسØوا برؤوسكم“dan usaplah kepalamu”. Tetapi mereka berbeda pendapat dalam masalah berapa bagian kepala yang wajib diusap menjadi dua kelompok :
- Golongan Malikiyah dan Hanabilah menyatakan : wajib mengusap seluruh kepala. Karena huruf(ب) pada firmanوامسØوا برؤوسكمadalah sebagai زائـدة للتـأكيد(tambahan yang berarti menguatkan) sehingga maknanya menjadi وامسØوا رؤوسكم“dan usaplah kepalamu”.
- Golongan Hanafiyah dan Syafi’iyah menyatakan : cukup dinyatakan sah mengusap sebagian kepala. Karena huruf (ب) pada firmanوامسØوا برؤوسكم adalah للتـبعيض(untuk menerangkan sebagian) sehingga maknanya menjadi وامسØوا بعض رؤوسكم“dan usaplah sebagian kepalamu”.
Hanya saja golongan Hanafiyah menetapkan bahwa yang harus diusap adalah seperempat kepala dengan alasan hadits :
عن الْمغيرة بن شعبة أن النبـىّكَانَ ÙÙÙ‰ سَÙَر٠Ùَنَزَلَ Ù„ÙØَاجَتÙÙ‡Ù Ø«Ùمَّ جَاءَ Ùَتَوَضَّـأَ وَمَسَØÙŽ عَلَى نَاصÙيَـتÙÙ‡Ù.﴿رواه مسلم﴾
“Dari al-Mughirah bin Syu’bah bahwasanya Nabi SAW. dalam perjalanan, lalu berhenti untuk buang hajat kemudian beliau datang dan berwudlu dan (dalam wudlunya) beliau mengusap ubun-ubunya”. (H.R. Muslim).
Adapun golongan Syafi’iyah mengatakan bahwa usapan seminimal mungkin sudah masuk kategori yakin, sedangkan lebih dari itu tidak diwajibkan tetapi hukumnya mandub (sunnah).
Disarikan dari : روائع البيان تÙسير أيات الأØكام من القرآن بقلم Ù…Øمد على الصابونى |
Author,
Drs. H. Mughni Labib, MSI.
Makalah ini disampaikan pada acara Bintal Para Pegawai Kankemenag Kab. Cilacap, Selasa 6 Maret 2012 di Aula Kankemenag Kab. Cilacap.