BID’AH
Oleh: Drs. H. Mughni Labib, MSI
A. Pengertian
1. Secara Etimologi
Kata bid’ah berasal dari (Ø§Ù„ÙØ¹Ù„ الْماضى) bada’a (بدَع) dan a’in fi’il mudlori’nya dibaca fathah (يَبْدَعÙ). Secara etimologi bid’ah bermakna “yang pertama” atau yang “mengawali”. Makna ini didasarkan kalimat yang terdapat pada al-Qur’an Suratal-AhqÄf (46) : 9
Ù‚Ùلْ مَا ÙƒÙÙ†ØªÙ Ø¨ÙØ¯Ù’عاً Ù…Ùّنْ Ø§Ù„Ø±Ù‘ÙØ³Ùل٠وَمَا أَدْرÙÙŠ مَا ÙŠÙÙْعَل٠بÙÙŠ وَلاَ بÙÙƒÙمْ Ø¥Ùنْ Ø£ÙŽØªÙ‘ÙŽØ¨ÙØ¹Ù Ø¥Ùلاَّ مَا ÙŠÙÙˆØÙŽÙ‰ Ø¥Ùلَيَّ وَمَا أَنَا Ø¥Ùلاَّ نَذÙيرٌ Ù…Ù‘ÙØ¨Ùيْنٌ﴿الأØÙ‚اÙ{46}:9ï´¾
Katakanlah: “Aku bukanlah rasul yang pertama di antara rasul-rasul dan aku tidak mengetahui apa yang akan diperbuat terhadapku dan tidak (pula) terhadapmu. Aku tidak lain hanyalah mengikuti apa yang diwahyukan kepadaku dan aku tidak lain hanyalah seorang pemberi peringatan yang menjelaskan”. Q.S. al-ahqÄf (46) : 9.
2.Secara Terminologi
Menurut al-Imam Muhyiddin Abu Zakariya Yahya bin Syarofan-Nawawi dalam karyanya :
تَهذيب الأسـماء واللغات pada juz 3 halaman 22 menyatakan :
Ù‡ÙÙ‰ÙŽ Ø¥ÙØÙ’Ø¯ÙŽØ§Ø«Ù Ù…ÙŽØ§ لَمْ ÙŠÙŽÙƒÙنْ ÙÙÙ‰ عَهْد٠رَسÙوْل٠اللهÙ
“Bid’ah adalah melakukan atau melaksanakan sesuatu yang belum pernah dilakukan pada zaman Nabi SAW.”.
Makna bid’ah dengan kandungan arti yang sama dikemukakan oleh al-Imam Badruddin Mahmud bin Ahmad al-Aini dalam karyanya عمدة القارئjuz 11 halaman 126 :
ÙˆÙŽØ§Ù„Ù’Ø¨ÙØ¯Ù’عَة٠ÙÙÙ‰ Ø§Ù’Ù„Ø£ÙŽØµÙ’Ù„Ù Ø¥ÙØÙ’Ø¯ÙŽØ§Ø«Ù Ø£ÙŽÙ…Ù’Ø±Ù Ù„ÙŽÙ…Ù’ ÙŠÙŽÙƒÙنْ ÙÙÙ‰ زَمَن٠رَسÙوْل٠اللهÙ
“Bid’ah pada mulanya adalah mengerjakan sesuatu yang belum pernah ada pada zaman Rasulullah SAW.
Menurut Syekh al-Imam ‘Izzuddin binAbdussalam dalam kitabقواعد الأØÙƒØ§Ù… ÙÙ‰ Ù…ØµØ§Ù„Ø Ø§Ù„Ø£Ù†Ø§Ù… juz 2 halaman 172 menyatakan :
Ø§Ù„Ù’Ø¨ÙØ¯Ù’عَة٠ÙÙØ¹Ù’ل٠مَا لَمْ ÙŠÙØ¹Ù’هَدْ ÙÙÙ‰ عَصْر٠رَسÙوْل٠اللهÙ
“Bid’ah adalah mengerjakan sesuatu yang tidak pernah terjadi pada masa Rasulullah SAW.
Dengan susunan redaksi berbeda tapi memiliki maksud sama, syekh al-Imam Ibnu Hajar al-Asqolaniy dalam kitabnyaÙØªØ البارئ Ø´Ø±Ø ØµØÙŠØ البخارى juz 4 halaman 253 menyatakan :
Ø§Ù„Ù’Ø¨ÙØ¯Ù’عَة٠أَصْلÙه٠مَا Ø£ÙŽØÙ’دَثَ عَلَى ØºÙŽÙŠÙ’Ø±Ù Ù…ÙØ«ÙŽØ§Ù„٠سَابÙÙ‚Ù
“Bid’ah adalah sesuatu yang dikerjakan tanpa mengikuti contoh sebelumnya”.
B. Hukum Bid’ah
Dalam menyikapi bid’ah, terdapat dua pandangan berbeda yang saling kontradiktif. Pertama yang menyikapinya dengan menyatakan bahwa hukum bid’ah adalah mutlak haram seperti golongan Wahabi. Kedua yang menyatakan bahwa hukum bid’ah ada yang halal dan ada yang haram seperti golongan ahlussunnah waljama’ah.
Dalam memastikan hukum bid’ah ini sebaiknya kita merujuk kepada sabda Nabi Muhammad SAW. yang pernah disampaikan pada waktu haji wada’ :
عَنْ Ø¬ÙŽØ§Ø¨ÙØ±Ù بْن٠عَبْد٠الله٠رَضÙÙ‰ÙŽ الله٠عَنْه٠قَالَ : كَانَ رَسÙوْل٠الله٠يَقÙوْل٠: أَمَّا بَعْد٠ÙÙŽØ¥Ùنَّ أَصْدَقَ الْØÙŽØ¯ÙÙŠÙ’Ø«Ù ÙƒÙØªÙŽØ§Ø¨Ù الله٠وَأَÙÙ’Ø¶ÙŽÙ„Ù Ø§Ù„Ù’Ù‡ÙŽØ¯Ù’Ù‰Ù Ù‡ÙŽØ¯Ù’Ù‰Ù Ù…ÙØÙŽÙ…Ù‘ÙŽØ¯Ù
وَشَرّ٠اْلأÙÙ…ÙÙˆÙ’Ø±Ù Ù…ÙØÙ’Ø¯ÙŽØ«ÙŽØ§ØªÙهَا ÙˆÙŽÙƒÙÙ„Ù‘Ù Ù…ÙØÙ’Ø¯ÙŽØ«ÙŽØ©Ù Ø¨ÙØ¯Ù’عَةٌ ÙˆÙŽÙƒÙÙ„Ù‘ÙØ¨Ùدْعَة٠ضَلاَلَةٌ ÙˆÙŽÙƒÙÙ„Ù‘ÙØ¶ÙŽÙ„اَلَة٠ÙÙÙ‰ النَّارÙ. أخرجه Ø£ØÙ…د ومسلم والنسائى وابن ماجه.
“Dari Jabir bin Abdullah R.A. berkata : Rasulullah SAW. bersabda : “Sesungguhnya sebaik-baik perkataan yang benar adalah Kitabullah dan seutama-utamanya petunjuk adalah petunjuk Muhammad SAW. dan sejelek-jelek perkataan adalah yang memperbaharuinya dan setiap yang baru adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah sesat dan setiap yang sesat masuk neraka”. (H.R. Ahmad, Muslim, an-Nasa’i dan Ibnu Majah).
Untuk mengetahui makna kata bid’ah pada hadits tersebut dibutuhkan kehati-hatian dan ketelitian. Kata bid’ah di sini mengandung makna Ù…ÙØÙ’Ø¯ÙŽØ«ÙŽØ§ØªÙهَاartinya membuatnya menjadi baru, dalam arti memperbaharui Kitab Allah dan hadits Rasulullah SAW. sehingga menjadi berubah dan rusak ajarannya. Jadi tidak semua bid’ah itu sesat, tapi hanya bid’ah yang sifatnya Ø§Ù„Ù…ÙØÙ’Ø¯ÙŽØ«ÙŽØ§Øªsaja. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW. :
عَنْ Ø¹ÙŽØ§Ø¦ÙØ´ÙŽØ©ÙŽ Ø±ÙŽØ¶ÙÙ‰ÙŽ الله٠عَنْهَا قَالَتْ، قَالَ رَسÙوْل٠الله٠: مَنْ Ø£ÙŽØÙ’دَثَ ÙÙÙ‰ أَمْرÙنَا هٰذَا مَا لَيْسَ Ù…ÙنْهÙÙÙŽÙ‡ÙÙˆÙŽ رَدٌّ. رواه البخارى ومسلم وأبو داود وأØÙ…د.
“Dari Aisyah R.A. berkata,: bahwa Rasulullah SAW. bersabda : “Barangsiapa yang merubah permasalahan agamaku sehingga menjadi ajaran yang tidak terdapat dalam ajaranku maka ajaran itu tertolak”. (H.R. al-Bukhori, Muslim, Abu Dawud dan Ahmad).
Mengada-ada (bid’ah) dalam soal urusan agama ada dua macam, yaitu bid’ahmuhdatsat dan bid’ahghoirumuhdatsat.
1.Bid’ah Muhdatsat
Bid’ahMuhdatsat ialah bid’ah yang sifatnya mengubah ajaran yang sudah ditetapkan oleh Rasulullah SAW. baik bersumber dari al-Qur’an maupun al-Hadits. Segala bid’ah jenis ini hukumnya haram mutlak. Inilah yang disebut bid’ahdlalalah. Misalnya menambah atau mengurangi jumlah rakaat dalam shalatfardlu. Thowaf mengelilingi ka’bah diganti mengelilingi pojok Keraton Yogyakarta. Ini dipertegas oleh firman Allah SWT. :
أَمْ Ù„ÙŽÙ‡Ùمْ Ø´ÙØ±ÙŽÙƒÙŽØ§Ø¡ شَرَعÙوا Ù„ÙŽÙ‡Ùمْ Ù…Ùّنَ الدÙّين٠مَا لَمْ يَأْذَن بÙه٠الله٠وَلَوْلاَ ÙƒÙŽÙ„Ùمَة٠الْÙÙŽØµÙ’Ù„Ù Ù„ÙŽÙ‚ÙØ¶ÙÙŠÙŽ بَيْنَهÙمْ ÙˆÙŽØ¥Ùنَّ الظَّالÙÙ…Ùـيْنَ Ù„ÙŽÙ‡Ùمْ عَذَابٌ Ø£ÙŽÙ„Ùيمٌ. ﴿الشورى{42}:21ï´¾
“Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah? Sekiranya tak ada ketetapan yang menentukan (dari Allah) tentulah mereka telah dibinasakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang zalim itu akan memperoleh azab yang amat pedih”. Q.S. as-SyÅ«rÄ (42) : 21.
Ayat ini memberi penjelasan bahwa membuat syariat, hukum atau perbuatan baru dalam agama yang bertentangan dengan syariat yang sudah ada, hukumnya haram. Inilah yang dimaksud dengan bid’ahdlalalah atau bid’ahmuhdatsat.
2.Bid’ahGhoiru Muhdatsat
Bid’ahGhoiruMuhdatsat ialah bid’ah yang bersifat tidak merubah ajaran Rasulullah SAW. Bid’ah semacam ini hukumnya boleh dan disebut bid’ahhasanah / mahmudah.
Imam Syafi’i ketika memberikan penjelasan tentang hadits :
مَنْ Ø£ÙŽØÙ’دَثَ ÙÙÙ‰ أَمْرÙنَا هٰذَا مَا لَيْسَ Ù…Ùنْه٠ÙÙŽÙ‡ÙÙˆÙŽ رَدٌّmenyatakan bahwa :
مَا Ø£ÙŽØÙ’دَثَ وَخَالَÙÙŽ ÙƒÙØªÙŽØ§Ø¨Ù‹Ø§ أَوْ سÙنَّةً أَوْ Ø¥ÙØ¬Ù’مَاعًا أَوْ أَثَرًا ÙÙŽÙ‡ÙÙˆÙŽ Ø§Ù„Ù’Ø¨ÙØ¯Ù’عَة٠الضَّالَّةÙ. وَمَا Ø£ÙØÙ’Ø¯ÙØ«ÙŽ Ù…ÙÙ†ÙŽ الْخَيْر٠وَلَمْ ÙŠÙØ®ÙŽØ§Ù„ÙÙÙ’ شَيْئًا Ù…Ùنْ ذٰلÙÙƒÙŽ ÙÙŽÙ‡ÙÙˆÙŽ Ø§Ù„Ù’Ø¨ÙØ¯Ù’عَة٠الْمَØÙ’Ù…ÙوْدَةÙ.
“Sesuatu yang diperbaharui dan bertentangan dengan al-Qur’an, as-Sunnah, Ijma dan atsar(sahabat) maka dinamakan bid’ah yang sesat. Sedangkan pembaharuan dalam kebaikan yang tidak bertentangan dengan hal-hal di atas dinamakan bid’ahmahmudah”(إعانة الطالبين ج1ص 594)
Syekh NabilHusaini dalam karyanya (البدعة Ø§Ù„ØØ³Ù†Ø© وأصلها من الكتاب والسنة ص 28)
menyatakan bahwa para ahli ilmu telah membahas persoalan ini kemudian membaginya menjadi dua bagian. Yakni bid’ahhasanah dan bid’ahdlalalah. Yang dimaksud dengan bid’ahhasanah adalah perbuatan yang sesuai dengan Kitab Allah SWT. dan Sunnah Rasulullah SAW. Keberadaan bid’ahhasanah ini masuk dalam bingkai sabda Nabi Muhammad SAW. :
مَنْ سَنَّ ÙÙÙ‰ Ø§Ù’Ù„Ø¥ÙØ³Ù’لاَم٠سÙنَّةً ØÙŽØ³ÙŽÙ†ÙŽØ©Ù‹ Ùَلَه٠أَجْرÙه٠وَأَجْر٠مَنْ عَمÙÙ„ÙŽ بÙهَا بَعْدَه٠وَلاَ ÙŠÙŽÙ†Ù’Ù‚ÙØµÙ Ù…Ùنْ Ø£ÙØ¬ÙوْرÙÙ‡Ùمْ شَيْئٌ،وَ مَنْ سَنَّ ÙÙÙ‰ Ø§Ù’Ù„Ø¥ÙØ³Ù’لاَم٠سÙنَّةً سَيÙّئَةً ÙÙŽØ¹ÙŽÙ„ÙŽÙŠÙ’Ù‡Ù ÙˆÙØ²Ù’رÙهَا ÙˆÙŽÙˆÙØ²Ù’ر٠مَنْ عَمÙÙ„ÙŽ بÙهَا بَعْدَه٠وَلاَ ÙŠÙŽÙ†Ù’Ù‚ÙØµÙ Ù…Ùنْ أَوْزَارÙÙ‡Ùمْ شَيْئٌ.
رواه مسلم عن جرير.
“Siapa saja yang membuat sunnah yang baik (sunnahhasanah) dalam agama Islam, maka ia akan mendapatkan pahala dari perbuatan tersebut serta pahala dari orang-orang yang mengamalkannya setelah itu, tanpa mengurangi sedikitpun pahala mereka. Dan barangsiapa yang merintis sunnah yang jelek (sunnahsayyiah) dalam agama Islam, maka ia akan mendapatkan dosa dari perbuatan itudan dosa-dosa orang-orang yang meniru perbuatan tersebut, tanpa sedikitpunmengurangi dosa-dosa mereka”.(H.R. Muslim dari Jarir R.A.)
Dari hadits tersebut dapat diketahui bahwa bid’ah terbagi menjadi dua. Pertama bid’ahhasanah, yakni bid’ah yang tidak dilarang dalam agama karena mengandung unsur yang tidak bertentangan dengan ajaran agama. Termasuk dalam konteks ini adalah pernyataan Umar bin al-Khaththab R.A. setelah menyatukan jamaah tarowih pada satu imam :
Ù†ÙØ¹Ù’Ù…ÙŽØªÙ Ø§Ù„Ù’Ø¨ÙØ¯Ù’عَة٠هٰذÙÙ‡Ù.
“Sebaik-baikbid’ah adalah ini (yakni sholattarowih dengan berjama’ah)”.
Contoh lain bid’ahhasanah adalah menterjemahkankhutbah ke dalam bahasa Indonesia/Jawa, memulai acara dengan membaca Basmalah bersama, memberi nama pengajian dengan kultum dan sebagainya.
Kedua bid’ahsayyi’ah (dlalalah) yaitu bid’ah yang mengandung unsur negatif dan dapat merusak ajaran dan norma agama Islam.
Lebih jauhal-Imam Abu Muhammad ‘Izzuddin bin Abdissalam dalam karyanya:
(قواعد الأØÙƒØ§Ù… ÙÙ‰ Ù…ØµØ§Ù„Ø Ø§Ù„Ø£Ù†Ø§Ù… ج 1 ص 173)
menyatakan sebagian besar ulama membagi bid’ah menjadi lima :
1. Bid’ahWajibah, yakni bid’ah yang dilakukan untuk mewujudkan hal-hal yang diwajibkan oleh syara’, seperti mempelajari ilmu nahwu, shorof, balaghah dan lain-lain, sebab hanya dengan ilmu ini seseorang dapat memahami al-Qur’an dan Hadits Nabi Muhammad SAW. secara sempurna.
2. Bid’ahMuharromah, yaknibid’ah yang bertentangan dengan syara’, seperti madzhabJabariyah dan Murji’ah
3. Bid’ahMandubah, yakni segala sesuatu yang baik tapi tidak pernah dilakukan pada masa Nabi SAW. misalnya : ShalatTarowihberjama’ah, mendirikan madrasah dan pondok pesantren.
4. Bid’ahMakruhah, seperti menghiasi masjid dengan hiasan yang berlebihan dan mengkhususkan malam Jum’ah untuk beribadah malam.
5. Bid’ahMubahah, yakni seperti berjabat tangan setelah shalat.
Jadi hadits Nabi SAW. ÙƒÙÙ„Ù‘Ù Ø¨ÙØ¯Ù’عَة٠ضَلاَلَةٌdalam kata ÙƒÙلّtidak selamanya diartikan keseluruhan namun ada kalanya berarti sebagian. Misalnya dalam firman Allah SWT.
وَجَعَلْنَا Ù…ÙÙ†ÙŽ الْمَاء ÙƒÙلَّ شَيْء٠ØÙŽÙŠÙÙ‘ ï´¿ الأنبياء{٢١} :30ï´¾
“Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup”. Q.S. al-anbiyÄ (21) : 30.
Ternyata di dalam ayat lain Allah menciptakan jin bukan dari air tapi dari nyala api.
وَخَلَقَ الْجَانَّ Ù…Ùنْ Ù…Ù‘ÙŽØ§Ø±ÙØ¬Ù Ù…Ùّنْ نَّارÙï´¿ الرØÙ…Ù† {٥٥}: ١٥﴾
“Dan Dia menciptakan jin dari nyala api “. Q.S. ar-RahmÄn (55) : 15.
Demikian pula dalamfirman Allah SWT.
وَكَانَ وَرَاءهÙÙ… مَّلÙÙƒÙŒ ÙŠÙŽØ£Ù’Ø®ÙØ°Ù ÙƒÙلَّ سَÙÙينَة٠غَصْباً﴿الكهÙ{١٨}: Ù§Ù©ï´¾
“Karena di hadapan mereka ada seorang raja yang merampas tiap-tiap bahtera”. Q.S. al-Kahfi (18) : 79.
Akan tetapi perahu yang dinaiki Nabi Musa dan Hidir tidak dirampas.
Sehingga kataÙƒÙلّdalam dua ayat di atas ternyata ada perkecualiannya.
والله أعلم