A. Pendahuluan
Undang-undang atau peraturan yg digunakan dalam proses perceraian di pengadilan:
1. UU No. 1 Tahun 1974, Undang-undang Perkawinan
– Mengatur tentang perceraian secara garis besar (kurang detail krn tidak membedakan cara perceraian agama Islam dan yg non-Islam).
– Bagi yg non-Islam maka peraturan tata cerai-nya berpedoman pada UU No.1 Th 74 ini.
2. Kompilasi Hukum Islam
– Bagi pasangan nikah yg beragama Islam, maka dlm proses cerai peraturan yg digunakan adalah Kompilasi Hukum Islam).
3. PP No. 9 Tahun 1975, Tentang Pelaksanaan UU No. 1 Th. 74
– Mengatur detail tentang pengadilan mana yg berwenang memproses perkara cerai
– Mengatur detail tentang tatacara perceraian secara praktik.
4. UU No. 23 Tahun 1974, Penghapusan Kekerasan Dalam RumahTangga (KDRT)
– bagi seseorang yg mengalami kekerasan/penganiyaan dalam rumah tangganya maka kuasailah UU ini.
B. Rukun Dan Syarat Perceraian
Rukun talak ialah unsur pokok yang harus ada dalam talak dan terwujudnya talak tergantung ada dan lengkapnya unsur-unsur yang dimaksud. Rukun dan talak antara lain:
1. Suami.
Suami adalah yang memiliki hak talak dan yang berhak menjatuhkannya.
Untuk sahnya talak, suami yang yang menjatuhkan talak disyaratkan:
a. Berakal
b. Baliq
c. Atas kemauan sendiri
2 Istri.
Masing-masing suami hanya berhak menjatuhkan talak terhadap isterinya sendiri.
Untuk sahnya talak, bagi isteri yang ditalak disyaratkan:
a. Isteri itu masih tetap berada dalam perlindungan kekuasaan suami.
b. Kedudukan isteri yang ditalak itu harus berdasarkan atas akad perkawinan yang sah.
3 Siqhat talak.
Siqhat talak adalah kata-kata yang diucapkan oleh suami terhadap isterinya yang menunjukkan talak, baik itu sharih maupun kinayah, baik berupa ucapan atau lisan, tulisan, isyarat bagi suami tuna wicara ataupun dengan suruhan orang lain.
4 Qashdu(sengaja),
artinya bahwa dengan ucapan talak itu memang dimaksudkan oleh yang mengucapkannya untuk talak, bukan untuk maksud lain.
Masyarakat yang ingin melakukan perceraian hendaknya memenuhi persyaratan – persyaratan sbb:
1). Suami – istri yang hendak melakukan pengajuan cerai, mendatangi Kantor Urusan Agama.
2). Suami – Istri memberikan keterangan tentang alasan mereka ingin mengajukan perceraian kepada Staff Pegawai KUA.
3). Setelah mendengar keterangan dari kedua belah pihak atas alasan mereka ingin bercerai, kemudian Staff Kua membuatkan Surat Pengantar / Surat Permohonan Cerai yang telah ditandatangani kepala KUA.
4). Kemudian Suami – Istri mengajukan gugatan cerai ke Pengadilan Agama dengan membawa Surat Pengantar Cerai dari KUA.
5). Suami – Istri membayar biaya proses perceraian kepada pengadilan agama.
6). Suami – Istri menjalani proses sidang perceraian di Pengadilan Agama.
7). Setelah resmi bercerai, Kedua belah pihak menandatangani berkas- berkas cerai.
8). Pengadilan Agama mengeluarkan Akta Cerai.
9). Akta Cerai Legal.